Sejarah Desa Watu Belah Cirebon


 Sejarah Desa Watu Belah Cirebon

Konon ketika ke Gendeng Alang - alang dari galuh ke Cirebon karena dipanggil Prabu Siliwangi untuk mendapat titah mengepalai wilayah Cirebon, mau buka perdukuhan di Lemah Wungkuk, istirahat di bawah pohon beringin yang sangat rindang. Namun tercengang dengan keadaan wilayah yang banyak batu - batuan besar.
Wilayah tersebut sangatlah beda dengan wilayah yang ditemuinya, karena banyak alang - alang, hutan jati dan pesawahan. Namun wilayah ini lain, banyak batu - batuan besar. Belum lagi keheranan hilang nambah heran lagi terdengar suara tangis bayi, di dalam batuan besar tersebut. Ketika itu juga di belah lah batuan tersebut hingga terpecah dua, sama bentuk, maka bayi tersebut di asuh dan di ajarkan keilmuan olehnya, dan dalam mimpinya bayi tersebut adalah anak dari bidadari atau sebangsa peri. Maka di namakanlah Selapada, karena dari batu yang dipecah terbelah dua sama besar.
Dan dibuka suatu pemukiman penduduk oleh Ki Gendeng Alang - Alang di wilayah tersebut. Dalam proses pembukaan lahan pemukiman batu - batuan besar tersebut dipecahkan menjadi kerikil - kerikil dan pasir. Penduduk yang dibawa oleh Ki Gendeng Alang - Alang dari wilayah sekitarnya, dan ketika dalam proses pembukaan lahan pemukiman dengan memecahkan batu - batuan hingga kecil, masing - masing penduduk ada yang tulus melaksanakannya dan ada juga sebagian yang ingin mendapatkan imbalan (kalau sekarang imbalan jasa harta atau jasa jabatan di karesidenan).
Maka terjadilah peristiwa dalam masing - masing penduduk, bagi yang tulus jalannya memecahkan batu tidak ada hambatan dan kesulitan, sebaliknya bagi yang mengharapkan imbalan mengalami kesulitan dan saling pecah atau tidak kompak (tidak gotong royong). Ketika membuka lahan pemukiman hampir selesai di bawah batu - batuan yang dipecah ada lapisan tanah pesawahan dan perkebunan dengan tanah yang subur.
Singkat cerita Selapada waktu dewasa di buatlah suatu pendopo untuk Sela untuk mengajarkan ilmu ke setiap masyarakat, dan nama pemukiman tersebut WATU BELAH. Ketika Ki Gendeng Alang - Alang mau mangkat di perintahkan Sela untuk membuka pemukiman di wilayah Indramayu Bunder karena kondisinya sama seperti wilayah sebelumnya.
Dalam perjalanan pertama dan kedua lancar membawa penduduk ke wilayah tersebut dengan pesannya selalu dalam ke gotong royongan dan ketulusan, bila tidak tulus BONGGAN MENGKO PANJENENGAN BERTIKAI KARO BATUR LAN SEDULUR. Dalam perjalanan ke tiga bertemu dengan rombongan Syekh Syarif Hidayatullah, karena di tanya tidak menjawab maka berkelahilah Sela dengan rombongan Syekh Syarif Hidayatullah, karena tidak sebanding maka lari ke dalam batu, di pecah batu itu menjadi dua, dan masuk lagi ke batu yang lainnya, di wilayah Indramayu.
Singkat cerita lolos lah Sela namun mendapat hukuman oleh Ki Gendeng Alang - Alang, karena yang mengejarnya itu adalah seorang Sunan yang besar dan seorang pemangku tahta di Cirebon, sedangkan Sela hanya sebatas rakyat jelata yang hanya di asuh dan di asingkan ke wilayah sebrang. Maka setelah itu wilayah Watu Belah dan Bunder Indramayu masyarakatnya di pimpin oleh Pangeran Cakrabuana yang merupakan Mbah Kuwu Cirebon II setelah Ki Gendeng Alang - Alang (mbah Kuwu Cirebon I). Dan berjalan terus menerus sebagai rakyat pemecah batu dan rakyat petani serta perkebunan.
Adapun warisan dari Ki Gede Selapada sebuah kotak peti ukuran kecil di teruskan oleh Pangeran Cakrabuana yang diberikan oleh Ki Gendeng Alang - Alang. Kotak peti tersebut suatu gambaran wilayah desa Watu Belah dan sekitarnya dimana tiap tahunnya berubah - ubah isinya, dan setiap bulan Muludan dibuka dilihat wujudnya. Tiap tahun upacara buka Jimat telah menjadi kebudayaan setempat, Jimat peti cilik dibuka di dalamnya selalu berubah wujud sesuai dengan musim yang ada di desa tersebut, hingga sampai tahun 1988 upacara buka Jimat pada saat Muludan tersebut masih berlangsung.
Singkat cerita, setelah berlangsung beberapa keturunan berganti maka ada keturunan yang lainnya memperistrikan seorang bidadari juga. Dengan tunggangannya kuda sembrani dan setelah mangkat di kubur di wilayah tersebut sehingga, kuburan tersebut menjadi makam keramat buyut Sawen dan kuburan kuda nya di kubur di pesalakan makam Simadu, sampai sekarang kuburannya masih ada.
Situs budaya di Desa Ki Gede Selapada :
Bangunan keramat buyut kembar
Makam keramat buyut Sawen
Makam Dawa Kembar
Makam Gaman
Makam Ki Kerta Menggala
Undukan batu berbentuk gapura
Mata pencaharian masyarakatnya :
Pemecah batu, penggali pasir, bertani dan berkebun.
Semboyan hidup warisan Ki Gede Selapada :
Bonggan Sira Baka Silo Karo Dunya (harta dan jabatan), Mengkone pada pecah karo sedulur lan batur, sipate milik sedulur ojo direbut, melas karo anak putu. Dadi manungso kudu mangane sing gusti pangeran kang sipate kemulyaan, baka dudu manungso mangane sing parkayangan kang sipate angkoro murko. Urip kudu tulus, ojo serakah, sedulur kasusahan kudu di tolong / dibantu, wong tua kudu di hormati.
Siro weru karo gusti pangeran lan ilmune dunyo asale sing wong tua. Hati - hati / awas jangan silau dengan duniawi (harta dan tahta), nanti pecah belah sama saudara dan teman, rezeki haknya saudara jangan direbut, nanti kena balasannya kasihan anak cucu.
Sebagai seorang manusia mencari rezeki dari Allah yang sifatnya kemulyaan, kalau bukan manusia mencari rezekinya dari parkayangan yang sifatnya angkara murka (kecurangan, tipu muslihat dan melukai orang). Hidup mesti yang tulus jangan serakah, saudara kesusahan di tolong dengan semampunya, orang tua mesti dihormati karena kita mengenal Allah karena orang tua.

Comments

Popular posts from this blog

ASAL-USUL DESA TANGKIL / nambo CIREBON

SEJARAH DESA CIGARUKGAK CIAWI GEBANG KUNINGAN

Asal Usul Desa Kedawung