ASAL-USUL DESA TANGKIL / nambo CIREBON


 ASAL-USUL DESA TANGKIL / nambo CIREBON

Desa Tangkil adalah salah satu desa dikecamatan Susukan Kabupaten Cirebon yang letaknya paling barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka, Desa Tangkil meliputi blok-blok (Cantilan) antara Nambowetan dan Pucukmendil, pada jaman dahulu Desa Tangkil lebih dikenal Desa Nambo.
Sekitar awal abad XVI, waktu Kanjeng Sinuhun Sunan Gunung Jati dan para wali Songo membangun Masjid Agung Shang Cipta Rasa di Kraton Cirebon, kala itu kekurangan kayu jati sebagai bahan atap (jawa = sirap) dan tihang (Jawa = Soko). Kanjeng Sinihun Sunan Gunung Jati menugaskan beberapa santri, pinangeran dan gegeden untuk mencari pohon jati, tak lama kemudian rombongan itu berangkat kearah barat, dalam rombongan tersebut ada seorang yang sakti berilmu tinggi berasal dari lereng gunung Ciremai bernama Ki Ageng Mangun Arsa, sesampainya di perbatasan wilayah kerajan Galuh, rombongan tersebut berhenti terkesima melihat pohon jati yang menjulang tinggi mencakar langit (jawa = sundul langit).
Setelah istirahat sejenak, mereka menebang pohon jati yang tumbuh sendirian (jawa = Jati nunggal) dengan parang, kapak (jawa = wadung) dan alat tebang lainnya, anehnya pohon tersebul tidak bisa ditebang begitu saja, saking besarnya pohon jati, ketika para santri, Kiageng dan para wali menebaskan parang atau kepaknya kepohon jati tersebut ternyata rapat seperti semula bagaikan air yang dibelah, akhirnya karena merasa kelelahan dan kewalahan tidak ada hasil, mereka beristirahat untuk menginang (meracik sirih dan gambir) sebagai pengganti rokok dengan cara di tumbuk diatas batu besar, saking seringnya istirahat untuk menumbuk sirih dan gambir, batu besar tersebut menjadi berlubang, sampai sekarang tempat itu dinamakan Watulumpang (Batu Berlubang) sampai sekarang masih di lestarikan.
*asal usul nambo
Dalam situasi kebingungan mereka melihat Ki Ageng Mangun Arsa yang menyendiri lalu mereka meminta agar Ki Ageng Mangun Arsa berbuat sesuatu karena ia diduga yang dapat mengatasi masalah tersebut, mereka rame-rame bicara “jangan pura-pura diam dan tidak mengerti, andakan orang sakti, orang pintar, pura-pura bodo (jawa = nambong)” mereka saling bicara “hoyo jangan nambong” sejak itu Ki Ageng Mangun Arsa di beri nama Ki Nambong/Ki Nambo, karena merasa kasihan Ki Nambo mencoba membantu orang (jawa = bela uwong ) untuk menebang pohon jati nunggal tersebut, beliau segera bersemedi sejenak sambil membaca mantra sambil sila (jawa = sinuku tunggal) kapat kalima pancer dan indra ke emamnya mencoba mengguak dan menerobos ke alam gaib ternyata pohon jati nunggal itu dihuni oleh ratusan bangsa gendoruwo dan siluman, Ki Nambo berusaha menemui juragannya dan memohon agar semuanya pergi dari pohon itu namun juragan siluman itu menolaknya sehingga menjadi perang mengadu kesaktian di alam gaib, tubuh Kinambo bergetar hebat sambil bibirnya berkomat kamit membaca do’a dan mantra, karena sama saktinya mereka lalu berunding, siluman penghuni jati nunggal tadi mau meninggalkan pohon jati nunggal itu dengan syarat minta korban atau tumbal seorang manusia (jawa = bela uwong), tumbalnya seorang perempuan yang hamil muda.
Ki Nambo menolak permintaan siluman itu, Ki Nambo hanya bersedia memenuhi persyaratan asal jangan mengorbankan manusia, juragan gondorwo minta persyaratan lain, minta di kasih sesajian nasi beras merah, lauknya bodo, ikan petek, tempat makannya dari tempurung kelapa, minumnya dugan kelapa hijo dan minta dihibur dengan penari ronggeng berikut gamelannya.
Ki Nambo menyanggupi persyaratan itu lalu segera menyiapkan sesajian apa yang diminta oleh para dedemit dan siluman tersebut, kebetulan tidak jauh dari tempat itu ada ronggeng ketuk tilu dari daerah Tuban yang sedang melakukan pementasan (jawa = tejalaku) bebarang/ngamen, dengan penarinya seorang wanita cantik yang sakti dengan memakai busana selendang lokcan, beliau bernama Nyi Lamsi dengn juru gendangnya bernama Ki Arya Sadiyang.
*asal usul blok balong dan blawong
Upacara ritual sergera di laksanakan dengan kepulan asap dupa sambil membakar kemenyan dan sesajian serta di barengi dengan gamelan dan tarian ronggeng ketuk tilu, dengan kibasan selendang lokcannya Nyi Lamsi, para siluman satu–persatu meninggalkan pohon jati nunggal tersebut, dengan kepulan asap yang begitu hebatnya lalu munculah seorang wanita cantik yang sedang hamil muda yang tidak tahu asal-usulnya melintas dibawah pohon jati nunggal tersebut, pohon jati tumbang seketika menghantam tanah sangat keras sampai berlubang menjadi kubangan air (jawa = balong) dan tempat itu dinamakan blok balong, dahan rantingnya berantakan kemana-mana, sejak kejadian itu setiap nama desa yang terdapat kata jati berarti petilasan dari Desa Tangkil/Nambo seperti, Desa Jatitujuh,Desa Jatianom,Desa Jatipura dan jati nunggal yang meminta tumbal/bela uwong tempat itu diberi nama blok blawong.
Setelah tumbangnya jati yang berada diblok blawong itu diangkatlah oleh beberapa kiageng dan pinangeran dengan ilmu kesaktiannya bagaikan terbang, dibawah ke Kraton Cirebon, sedangkan Ki Nambo memilih menetap di tempat itu bertekat untuk membabat dan membakar hutan yang akan dijadikan pedukuhan.
*asal usul nama blok di tangkil
Ki Nambo permulaan/babak sengka/babak kiasa membabat dan membakar hutan di awali dari bekas jati blawong atau blok blawong terus ke lokasi di temukannya batu berlubang atau blok watulumpang, terus ke blok kayu lawe (lokasi yang tumbu rerumputan menjalar bagaikan benang kusut) di hutan itu ada pematang tinggi (jawa = galeng duwur) dibatasi kedua sisi empang (jawa = gombang) tempat itu di beri nama blok galeng duwur dan blok gombang baris(selokan berjajar dua) sampai kearah barat dinamakan blok kesur.
Keesokan harinya Ki Nambo membabat ke arah timur melewati huan melinjo (Sunda = Tangkil), waktu membabat semak blukar Ki Nambo kakinya terperosok (jawa = keblosok) kelubang kecil berair (jawa = bilik) tempat itu di sebut blok sumur kasok, akibat terperosok kaki Ki Nambo terkilir (jawa = kesleo) jalannya terseak-seok bagaikan orang lumpuh (jawa = Gepor), tempat itu di beri nama blok Sigepor, Kemudian melangkah kearah timur bekas tempat berganti busana ronggeng Nyi Lamsi di sebut blok lamsi yang sebelah timurnya di aliri air sungai kecil (jawa = wangan) dan tempat itu namakan blok wangan gede/solokan besar, kearah timur lagi banyak pepohonan kemiri dinamakan blok kemiri, saat membabat hutan kemiri tesebut Kinambo dikejutkan oleh suara burung hantu (burung kokok beluk) dan tempat itu dinamakan blok kokok beluk, terus kearah utara blok sayar, disana banyak tumbuh kamijara/sereh dinamakan blok sere, disana semak belukar tumbuh subur (jawa = mregu) dinamakan blok megu, Ki Nambo terus melangkah sambil membakar dan membabad pepohonan ketemu dengan anak sungai, diatasnya ada sisa dahan jati dinamakan blok wangan jati, terus sambil menyusuri anak sungai tersebut bertemu dengan muara sungai disitu ada kubangan air yang paling dalam (jawa = kedung) karena merasa panas Ki Nambo bermaksud akan mandi tapi tiba-tiba turun hujan disertai suara petir (jawa = kilap) olehnya tempat itu di beri nama kedung sigelap.
Ki Nambo sudah dua minggu membabat hutan, butuh tempat tinggal (Parsinggahan) sebagai tempat istirahat diwaktu malam hari, dipilihnya lokasi dekat blok Karangnyongat, beliau membuat pesanggrahan dan tempat itu sampai sekarang dinamakan blok pesanggraha.
Keesokan harinya setelah mandi di kedung si gelap Ki Nambo menotor/membabad pohon singkil = blok singkil, di tempat lain banyak pohon ke dingding dinamakan blok kedingding, terus kebarat blok tingkem, terus kearah selatan Ki Nambo merasa lapar memakan buah jamblang (jawa = duwet) di tempat itu di berinama blok Siduwet, terus ke blok boni, terus ke blok wesel tak jauh dari situ tanahnya sangat liat (jawa = lempung) blok Silempung, terus kearah utaranya ada kubangan air yang banyak ikannya di sebut blok Dukuhlele.
Hari berikutnya Kinambo membabat hutan kearah barat laut atau sebelah barat tempat pohon jati semula berdiri dinamakan blok Kamulyan sebagai tempat kesaktian kala itu, disana ada hutan kecil (jawa = alas cilik) dinamakan blok alas cilik yang dipenuhi pohon cengkudu/pace tempat itu dinamakan blok Pecealas, terus ke utara ada tanah tegalan penuh ditumbuhi pohon pacing, tempat itu di beri nama tegal pacing, kearah utara menebang pohan plasa dinamakan blok plasa, karena sangat lelah Ki Nambo tertidur pulas, begitu bangun sudah malam, Ki Nambo membuat perapian dari pohon dan daun bambu (jawa = blukbukan) untuk mengusir hawa dingin dan binatang buas tempat itu di beri nama blok Blukbuk, pada pagi harinya Ki Nambo pergi kearah barat ada pohon aren dan diambil daunnya untuk merokok = blok Cikawung, terus kearah selatan dekat parit tanahnya kuning ke merah merahan cocok buat membuat ampo = blok Pengampon, di tempat itu bagaikan tempat kosong (jawa = karang suwung ) dinamakan blok karang suwung dan sersebelahan dengan tanah bercadas bagaikan baja disebut blok maja, terus kearah barat daya cuma ada pohon jati saja blok itu danamakan jati mentil, Ki Nambo menemukan tanah legalan di penuhi pohon serut = blok Serut, blok Sara, blok pendoga, blok buyut, blok timbangan, dan lain lain,
Pada suatu hari Ki Nambo memasuki hutan yang tanahnya datar dan subur yang sangat cocok di jadikan pedesaan, di tempat itu banyak pohon melinjo (sunda = tangkil) tempat itu di beri nama blok Tangkil.
Hari-hari berikutmya Ki Nambo mengelilingi hutan yang pernah Ki Nambo babat kearah barat beliau bertemu dengan seorang gadis cantik bertubuh montok bernama Nyi Laradenok dari pendukuhan Cidenok, beliau berkenalan dengan gadis dari pedukuhan Cidenok, setelah lama ngobrol Nyi Laradenok berpamitan pulang ke Cidenok.
Ki Nambo terbayang-bayang wajah gadis cantik Laradenok namun dia sadar dirinya sudah beristeri yang telah lama ditinggalkan dan bertekad tidak akan menghianati cintanya, maka beliau menjemput isterinya di lereng gunung Ciremai dan dibawa di pesanggerahan diblok Nambowetan.
Ki Nambo dan Nyi Nambo hidup rukun mulai bercocok tanam padi gaga dan palawija, untuk memenuhi kehidupan sehari hari memerlukan air, Ki Nambo mencari mata air kesana kemari sampe lelah belum menemukan, lalu istirahat di bawa pohon eloh, tiba-tiba di samping ada sumur kecil (jawa = blik) sumurnya sangat deras dan airnya sangat jernih di beri nama sumur eloh, kejadian itu di sampekan pada isterinya, pada saat Ki Nambo membabat hutan hawanya sangat panas, melihat di bawa pohon lamaran ada kubangan air, Ki Nambo mandi, sumur itu di beri nama sumur lamaran.
Setelah Nambowetan menjadi pedukuhan banyak orang-orang yang ikut magersari menjadi warganya Ki Nambo dan Ki Nambo sebagai sesepuh pedukuhan, para pendatang itu diantaranya:
– Nyi Ronggeng Lamsi dan nayaganya Ki Arya Sadiyang dari wilayah Tuban
– Ki Mastiyem dan Nyi Ketong isterinya dari Tarikolot
– Nyi Rangda Druis dari wilayah Budur
– Ki Singanala bekas abdi dalem Kerajaan Pajajaran dan isterinya Nyi Kedong
*asal usul blok pucumendil / pucuk pendil
Sebagai sesepuh pedukuhan Ki Nambo ingin menguji ke setiaan, ilmu pengetahuan dan ilmu kedikjayaan yang di miliki oleh pendatang dan pengikutnya khususnya Ki Singanala, Ki Nambo meminta Ki Singanala meneruskan membabat hutan di sebelah barat untuk di jadikan lahan pertanian, karena letaknya jauh dari pedukuhan, di beri bekal beras, lauk pauk dan pendil atau alat nanak nasi dari tanah. Ki Singanala dan Nyi Kedong isterinya segera berangkat, sesampainya di tempat tujuan Ki Singanala segera membabat hutan, Nyi Kedong yang menanak nasi di Pendil (jawa kuno = mendil), sedangkan untuk sayurannya mencari uceng (pucuk daun melinjo/tangkil), tempat memasak sayur pucuk daun melinjo dan menanak nasi di pendil di beri nama blok Pucumendil (pecantilan desa Tangkil).
*blok sukaloro
Setelah selesai pulang ke pedukuhan Ki Nambo, Ki Singanala di minta untuk menumbuk padi gaga, Ki Singanala berangkat, ditengah perjalanan bertemu Nyi Ronggeng Lamsi setelah berkenalan terus melanjutkan perjalanan ketempat padi gaga sambil terdayang-bayang wajah Nyi Lamsi, Ki Singanala jatuh cinta pada Nyi Lamsi. Setelah sampe di tempat padi gaga Ki Singanala membuat gubug ranggon dengan bertihang dua dari kayu jati, tempat itu dinamakan blok Sakaloro untuk menyadarkan tubuh Ki Singanala sambil membayangkan wajah Nyi Lamsi, sejak itu Ki Singanala malas bekerja. Setiap berangkat ke sawah selalu memanggul cangkul di bahunya tetapi tidak perna di cangkulkan sampe cangkulnya nambah kecil (jawa = gerang) sendiri di panggul-panggul saja, ketika Ki Singanala yang malas bekerja oleh Ki Nambo di beri Nama Ki Gerang Sinanggul.
Ki Gerang Sinanggul dipanggil Ki Nambo diajak bicara sambil mencoba ilmunya, Ki Nambo berkata “Biasanya kalau ada air pasti ada ikan, benar tidak menurutmu” Ki Singanala atau Ki Gerang Sinanggul menjawab “benar” Ki Nambo berkata lagi “kalau begitu ambilkan buah kelapa dari pohonnya, dan pecahkan ikannya ada tidak?”, Mendengar perkataan Ki Nambo, Ki Singanala sadar bahwa dirinya sedang diuji kesaktiannya, lalu beliau mengibaskan tangannya, buah kelapa itu jatuh dan dipecah dihadapan Ki Nambo, dan didalam buah kelapa itu ada ikannya dan ikan tersebut masih hidup, lalu Ki Nambo meminta agar Ki Singanala segera mengisi, paso/wajan besar yang terbuat dari tanah (Jawa = goseng) oleh Ki Singanala segera diisinya, namun keruh airnya banyak lumpurnya (Jawa = endut) Ki Nambo bicara “biasanya kalau ada endut pasti ada belut” Ki Singanala segera menepuk-nepuk gosang tersebut, seketika itu juga gosang tersebut penuh dengan belut.
Sebagai sesepuh yang mengatur pedukuhan Ki Nambo meminta agar Ki Singanala atau Ki Gerang Sinanggul mengolah sawah diblok gombang baris, untuk segera ditanami karena musim penghujan, Ki Singanala menerimanya sebagai kawula atau bawahan tapi Ki Singanala memohon agar Ki Nambo menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk makanan seribu orang pekerja, Ki Nambo terkejut mendengar ucapan Ki Singanala yang akan mempekerjakan seribu orang, “dari mana”, Gumam dalam hati Ki Nambo, karena penasaran permohonan Ki singanala disetujui.
Nyi Nambo dibantu Nyi Ketong dan Nyi Druis memasak nasi untuk seribu orang, sekitar lima dacin atau tiga kwintal beras, setelah memasak nasi, sayur dan lauknya dibawah ke sawah sampai beberapa pikul. Sesampainya disawah tidak ada pekerja seorangpun, disitu Cuma ada Ki Singanala yang sedang duduk-duduk melamun, hal ini membuat Nyi Nambo dan para pembantunya marah, Nyi Nambo menanyakan kepada Ki Singanala “mana para pekerjanya dan untuk makannya siapa, nasi segitu banyaknya” dijawab Ki Singanala “Pokoknya Nyai besok siapkan orang untuk nanam padi pasti semuanya akan beres”, Kejadian ini disampaikan pada Ki Nambo, beliau dan istrinya berangkat ke sawah, di sana tidak ada orang bekerja dan belum ada yang dikerjakan oleh Ki Singanala, Ki Nambo kecewa sekali melihat Ki Singanala, Cuma duduk melamun, dengan hati yang marah Ki Nambo menancapkan dua batang pohon jarak gundul, sambil membaca mantra lalu Ki Nambo dan Nyi Nambo menghilang dari hadapan Ki Singanala kembali ke rumah.
Melihat sesepuh panutannya kecewa dan kelihatan marah, Ki Singanala segera bangkit, membaca mantra mengundang para jin, setan dan siluman taklukkannya disuruh memakan semua nasi, sayur dan lauk-pauknya sampai habis, malam harinya Ki Singanala dengan bantuan para jin, setan dan para siluman taklukkannya meyangkul sawah blok Gombang Baris dan saluas 116 bau atau kurang lebih 81 Ha, dengan waktu semalam selesai di cangkul dan besok siap untuk ditanami, Kemudian pagi harinya Ki Singanala melapor kepada Ki Nambo dan Nyi Nambo, bahwa sawahnya selesai di cangkul siap untuk ditanami.
Karena penasaran Ki Nambo dan Nyi Nambo pergi ke sawah, melihat laporan Ki Singanala, Sesampainya di sawah ternyata benar sudah siap ditanami, tapi beliau mencari Ki Singanala kesana- kemari tidak ada, dibawah beliau hanya ada tiga ekor keyong, karena tidak ada orang yang diajak bicara, maka Ki Nambo berbicara dengan ketiga keyong tersebut dan berpesan supaya menjaga tanaman padinya jangan sampai kena gangguan hama atau panyakit, seperti halnya kamu menjaga rumahmu yang selalu kau bawa.
Ketiga keyong tadi sebenarnya penyamaran dari Ki Singanala, Nyi Kedong dan Nyi Lamsi, yang di ciptakan berubah wujud oleh Ki Singanala yang ingin tahu bagai mana reaksi Ki Nambo dan Nyi Nambo.
Setelah pedukuhan Nambowetan banyak penduduknya, mereka membuat masjid dan bedug yang terbuat dari pohon sidaguri, setiap waktu dluhur bedug itu dibunyikan (ditabuh=Jawa), suara budug tersebut terdengar sampe keraton Cirebon, “Konon katanya kulit yang dibikin buat bedug berasal dari kulit Manusia” akhirnya pihak keraton mangutus penangeran dan para santrinya untuk mengambil bedug sidaguri di Desa Nambowetan untuk dibawa ke Keraton Cirebon dan sebagai penggantinya bedug dari Keraton Cirebon.
Masjid Tangkil mulai di perbesar juragan Mail dan Lebe Usman
Sampe wafatnya, Ki Mangun Arsa/Ki Nambo, Nyi Nambo, Ki Sanganala/Ki Gerang Sinanggul, Nyi Kedong, Ki Mastiyem, dan Nyi Ketong di makamkan di kramat buyut Nambo, pecantilan Nambowetan, sedangkan Nyi Druis dan Nyi Lamsi di makamkan di tempat sendiri masih di wilayah Desa Tangkil Kecamatan Susukan.
PERPINDAHNYA PUSAT SEMERINTAHAN
DARI NAMBOWETAN KE BLOK TANGKIL
Pada jaman dahulu pusat pendudukan/pedasaan di Nambowetan, setela jaman penjajah Belanda, sekitar tahun 1770, di sekitar Nambowetan oleh pemerintah penjajah belanda di tanami tebu dan di pasang rel kereta (Gotrok Setum) untuk pulang pergi gotrok mengangkut tebu sehingga desa itu terkesan sepi dan terganggu gotrok pengangkut tebu.
Pada abad itu juga pemerintahan penjajah Belanda, sebelum perang kedongdong membuat jalan tembusan dari prapatan majalengka melewati blok Tangkil sampe ke Jatibarang Indramayu, dengan adanya jalan besar maka blok Tangkil menjadi rame, sejak itu pemerintahan pusat dari Desa Nambo di pindah ke Blok Tangkil berganti nama Desa Tangkil yaitu pada jaman sebelum Lurah/Kuwu Ki Ganisem yang meliputi pecantilan blok Nambowetan dan Pucukmendil, Kantor Pemerintahan Desa Tangkil dibangun sekitar tahun 1921.
Adat Desa Tangkil yang masi berlaku : Unjungan, Mapag Sri, Sedeka Bumi, Muludan, bubur sura, maleman, safaran, Nglangkahi dan pegat jantung.
Benda cagar budaya: Lesung si blawong, Watu lumpang, Sakaloro dan lain-lain.
Nama-nama Lurah/Kuwu/Kepala Desa Tangkil yang diketahui :
a) Ki Nambo/ Ki Mangun Arsa : Th.1550 ……………………..
b) Kuwu Ganisem : Th 1808 – (Jaman Perang Kedongdong)
c) Kuwu Belong : Th. 1886 – 1906
d) Kuwu Sarwangi : Th. 1906 – 1921
e) Kuwu Kawan / Kuwu Blenduk : Th. 1921 – 1934 (Penemu Lesung Siblawong)
f) Kuwu Suminta : Th. 1934 – 1937
g) Kuwu Ratijah B. Jarmina : Th. 1937 – 1964
h) Kuwu H. Moh. Toyib Ratiya : Th. 1964 – 1979
i) Kepala Desa Mukid Priyadi : Th. 1979 – 1989
j) Pjs. Kepala Desa Nasika : Th. 1989 – 1990
k) Kepala Desa H. Asmu’i Aminudin : Th. 1990 – 1999
l) Pjs. Kades Ajat Munajat : Th. 1999 – 2000
m) Pjs. Kades Edi Warsiyadi MS. : Th. 2000 – 2001
n) Pjs. Kades Taukhid : Th. 2001 – 3 bulan
o) Kuwu Furqon : Th. 2001 – 2011
p) Pj. Kuwu Taukhid : Th. 2011 – 2012
q) Kuwu Sanija : Th. 2012 – 5 Januari 2013
r) Pj. Kasmi (Istri Kuwu Sanija) : Th. 2013 – s/d sekarang
Jika anda mengetahui info lebih atau ada kesalahan penulis tentang ini silahkan komen.
WALLAHU A’LAM BISHSHOWAB.
ucapan trimakasi kepada :
-sesepuh cirebon.
-warga cirebon.
-bpk kastamin blok/rancabolang bringin
-ustadz juhari blok/tumaritis galagamba
-sodara yunus blok/nagrog galagamba
-sodara sukendar blok/dukumire galagamba
-ustadz abdul rozak blok/dukumire galagamba
-sodara khidir blok/karanganyar penguragan
-sodara dedi boyeng blok/kebo geyongan
-sodara gus angmung blok/bondet
-sodara haryanto blok/rancabolang bringin

Comments

Popular posts from this blog

SEJARAH DESA CIGARUKGAK CIAWI GEBANG KUNINGAN

Asal Usul Desa Kedawung